Rabu, 07 Januari 2015

13 Fakta di Balik Tragedi AirAsia QZ8501



Kejadian jatuhnya pesawat di jalur ini merupakan kali pertama.
Senin, 5 Januari 2015 05:41
Oleh : Hadi Suprapto, Harry Siswoyo
VIVAnews - Sepekan sudah tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Upaya pencarian badan pesawat dan korban yang diduga hilang di perairan laut Selat Karimata, Kalimantan Tengah, terus dioptimalkan.

Insiden ini bahkan menarik perhatian sejumlah negara. Mulai dari Singapura, Rusia, Amerika, Malaysia, Korea Selatan, hingga Jepang. Semua ikut terlibat mencari pesawat Airbus 320-200 yang membawa 155 penumpang dan tujuh awak ini.

Apalagi rumor beredar bahwa rute penerbangan Juanda Surabaya-Changi Singapura ini merupakan salah satu rute paling aman dan nyaman bagi para pilot. "Ibarat jalan tol, rute ini paling enak," kata Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi Mustafa Djuraid.
"Kejadian jatuhnya pesawat di jalur ini merupakan kali pertama dalam sejarah penerbangan di Indonesia," katanya, melanjutkan.
Kecelakaan ini memantik sejumlah spekulasi tentang kronologi jatuhnya pesawat ini. Namun demikian, satu yang pasti, semua ini akan terungkap bila kotak hitam yang menyimpan rekaman data penerbangan dan rekaman suara  di kokpit ditemukan.

Berikut sejumlah fakta kronologi seputar jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, yang layak Anda diketahui:

1. Jadwal terbang semula pesawat dengan tujuan Singapura ini adalah pukul 07.20 WIB pada Minggu 28 Desember 2014. Namun, manajemen memajukan jadwalnya menjadi pukul 05.36, lewat pengumuman surat elektronik yang dikirimkan kepada 155 penumpang.

2. Usai lepas landas, sekira 30 menit terbang, pesawat yang diawaki Pilot Irianto dan Kopilot Remi Emmanuel sempat meminta bergeser ke kiri sejauh tujuh mil dari lintasan. "Permintaan itu (bergeser ke kiri) sudah terkonfirmasi dan disetujui oleh ATC (Air Traffic Control) di Ujung Pandang dan diketahui oleh ATC Jakarta," ujar General Manager ATC Bandar Udara Soekarno Hatta, Budi Hendro.

3. Tak lama setelah itu, pilot kembali meminta perubahan tinggi level terbang. Semula dengan ketinggian 32 ribu kaki menjadi 38 ribu kaki. Permintaan itu tanpa disertai alasan. Padahal perjalanan pesawat baru 50 mil laut. Kala itu, posisi pesawat sudah di batas kewenangan ATC Ujung Pandang Makassar dan Jakarta.

4. Perubahan level terbang tersebut langsung direspons ATC Jakarta untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan ATC Makassar dan Singapura. Namun, karena trafik pesawat padat, yakni GIA320 di ketinggian 35 ribu kaki, AWQ502 38 ribu kaki, GIA602 35 ribu kaki, UAE409 36 ribu kaki, LNI626 37 ribu kaki, LNI 763 34 ribu kaki dan GIA531 36 ribu kaki.

Maka, perubahan level terbang hanya disetujui untuk di ketinggian 34 ribu kaki atau di bawah LNI 626 yang sedang terbang menyilang di atas QZ8501 di ketinggian 37 ribu kaki. "Ketinggian 34 ribu kaki adalah ketinggian paling aman yang kami pertimbangkan. Pesawat masih bisa leluasa bergerak dan tidak mengganggu pesawat lain yang terbang di hari yang sama," kata General Manager ATC Bandar Udara Soekarno Hatta, Budi Hendro.

5. Perubahan level terbang menjadi lebih tinggi yang diminta AirAsia QZ8501 adalah permintaan biasa. Tidak ada sinyal darurat saat meminta perubahan tersebut. "Awalnya kami pikir itu cuma permintaan economic level pilot saja. Atau tinggi terbang paling nyaman dari pilot. Sebab tidak ada sekali pun sinyal darurat dan alasan yang dilaporkan pilot saat meminta menaikkan level terbang," kata Direktur Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia, Bambang Thahjono.

6. Menurut mantan pilot Airbus 330, Megi H Helmadi, umumnya permintaan menaikkan level terbang lebih tinggi memang sering dilakukan oleh pilot. Hal itu ditujukan untuk menghemat konsumsi bahan bakar dan mengurangi turbulensi pesawat. "Semakin tinggi kita terbang, maka pesawat akan semakin irit. Turbulensi juga sangat kecil, sehingga kita lebih nyaman terbang," kata Megi.

7. Masih menurut Megi, sesuai prosedur penerbangan, saat kondisi cuaca buruk tidak diperkenankan bagi seorang pilot untuk menambah ketinggian pesawat. Pilot hanya bisa melakukan pergeseran ke kiri atau kanan maupun menurunkan ketinggian. "Jika terjadi deviasi cuaca mendadak, pilot itu cuma boleh geser ke kiri, ke kanan, atau turun. Tidak boleh naik, itu sudah jadi prosedur," katanya.

8. Tragedi terjadi. Tepat pukul 07.14 WIB atau sekitar 1 jam 15 menit perjalanan, pesawat dilaporkan hilang kontak. Hilangnya status AirAsia QZ8501 tersebut tak lama setelah permintaan perubahan level terbang dari 32 ribu menjadi 34 ribu kaki yang disetujui ATC Jakarta. "Kami mencoba mengontak hingga delapan kali ke AirAsia QZ8501. Tapi tidak terdengar respons," kata GM ATC Soekarno Hatta, Budi Hendro.

9. Sejak dilaporkan hilang kontak, tidak pernah sekali pun terdengar sinyal darurat, baik dari Emergency Locater Transmitter (ELT) maupun dari Underwater Locator Beacon (ULB) dari QZ8501. Begitu juga dengan sinyal 'PING' dari black box. Hingga hari ketujuh pencarian, Sabtu 3 Januari 2015, belum pernah tertangkap sinyal tersebut oleh tim pencari.

"Sampai kini belum ada sinyal ping yang tertangkap dari black box. Kami masih terus mengupayakan pencariannya seoptimal mungkin," kata Kepala Badan SAR Nasional Maresekal Madya TNI F Henry Bambang Soelistyo, Sabtu.

10. Selasa, 30 Desember 2014, sekira pukul 14.49, Badan SAR Nasional melaporkan telah menemukan sejumlah serpihan pesawat dan enam terduga korban AirAsia yang mengapung di perairan laut Selat Karimata. Hingga memasuki hari ketujuh pencarian, 3 Januari, total 30 korban sudah terevakuasi dan di bawa ke Bandara Juanda Surabaya.

11. Jumat 2 Januari 2015, sekira pukul 23.40, tim SAR gabungan menemukan dua objek besar di bawah laut, dengan ukuran 9,4 x 4,8 x 0,4 meter. Diduga kuat objek ini merupakan bagian dari badan pesawat.

12. Selanjutnya pada Sabtu 3 Januari, pada pukul 05.43 ditemukan kembali satu objek besar seukuran 7,2 x 0,9 x 0,4 meter. Selanjutnya pukul 13.30 berupa objek berukuran 18  x  5,4  x  2,2 meter dan pada pukul 14.25 dengan objek seukuran 12,4 x 0,6 x 0,5 meter.

"Total ada empat objek besar yang ditemukan di lokasi prioritas pencarian. Namun kami belum bisa mendeskripsikan apa bentuk objek ini. Diperkirakan empat bagian besar dari pesawat AirAsia," kata Kepala Basarnas Soelistyo.

13. Simpang siur penyebab jatuhnya pesawat AirAsia, menjadi perhatian serius pemerintah. Rute AirAsia Surabaya-Singapura pun dibekukan. Bahkan Kementerian Perhubungan akan melakukan investigasi khusus. Pertama soal baru diambilnya laporan cuaca leh AirAsia usai kejadian dan kedua soal jadwal penerbangan yang diajukan lebih awal dari seharusnya.

"Kami akan selidiki ini. Dalam sepekan kedepan kita usahakan sudah ada titik terangnya," kata Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi Mustafa Djuraid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar