Kejadian
jatuhnya pesawat di jalur ini merupakan kali pertama.
Senin, 5
Januari 2015 05:41
Oleh : Hadi
Suprapto, Harry Siswoyo
VIVAnews - Sepekan sudah tragedi jatuhnya pesawat
AirAsia QZ8501. Upaya pencarian badan pesawat dan korban yang diduga hilang di
perairan laut Selat Karimata, Kalimantan Tengah, terus dioptimalkan.
Insiden ini bahkan menarik perhatian sejumlah negara. Mulai dari Singapura,
Rusia, Amerika, Malaysia, Korea Selatan, hingga Jepang. Semua ikut terlibat
mencari pesawat Airbus 320-200 yang membawa 155 penumpang dan tujuh awak ini.
Apalagi rumor beredar bahwa rute penerbangan Juanda Surabaya-Changi Singapura
ini merupakan salah satu rute paling aman dan nyaman bagi para pilot.
"Ibarat jalan tol, rute ini paling enak," kata Staf Khusus Menteri
Perhubungan Hadi Mustafa Djuraid.
"Kejadian
jatuhnya pesawat di jalur ini merupakan kali pertama dalam sejarah penerbangan
di Indonesia," katanya, melanjutkan.
Kecelakaan
ini memantik sejumlah spekulasi tentang kronologi jatuhnya pesawat ini. Namun
demikian, satu yang pasti, semua ini akan terungkap bila kotak hitam yang
menyimpan rekaman data penerbangan dan rekaman suara di kokpit ditemukan.
Berikut sejumlah fakta kronologi seputar jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501, yang
layak Anda diketahui:
1. Jadwal terbang semula pesawat dengan tujuan Singapura ini adalah pukul 07.20
WIB pada Minggu 28 Desember 2014. Namun, manajemen memajukan jadwalnya menjadi
pukul 05.36, lewat pengumuman surat elektronik yang dikirimkan kepada 155
penumpang.
2. Usai lepas landas, sekira 30 menit terbang, pesawat yang diawaki Pilot
Irianto dan Kopilot Remi Emmanuel sempat meminta bergeser ke kiri sejauh tujuh
mil dari lintasan. "Permintaan itu (bergeser ke kiri) sudah terkonfirmasi
dan disetujui oleh ATC (Air Traffic Control) di Ujung Pandang dan diketahui
oleh ATC Jakarta," ujar General Manager ATC Bandar Udara Soekarno Hatta,
Budi Hendro.
3. Tak lama setelah itu, pilot kembali meminta perubahan tinggi level terbang.
Semula dengan ketinggian 32 ribu kaki menjadi 38 ribu kaki. Permintaan itu
tanpa disertai alasan. Padahal perjalanan pesawat baru 50 mil laut. Kala itu,
posisi pesawat sudah di batas kewenangan ATC Ujung Pandang Makassar dan Jakarta.
4. Perubahan level terbang tersebut langsung direspons ATC Jakarta untuk
selanjutnya dikoordinasikan dengan ATC Makassar dan Singapura. Namun, karena
trafik pesawat padat, yakni GIA320 di ketinggian 35 ribu kaki, AWQ502 38 ribu
kaki, GIA602 35 ribu kaki, UAE409 36 ribu kaki, LNI626 37 ribu kaki, LNI 763 34
ribu kaki dan GIA531 36 ribu kaki.
Maka, perubahan level terbang hanya disetujui untuk di ketinggian 34 ribu kaki
atau di bawah LNI 626 yang sedang terbang menyilang di atas QZ8501 di
ketinggian 37 ribu kaki. "Ketinggian 34 ribu kaki adalah ketinggian paling
aman yang kami pertimbangkan. Pesawat masih bisa leluasa bergerak dan tidak
mengganggu pesawat lain yang terbang di hari yang sama," kata General
Manager ATC Bandar Udara Soekarno Hatta, Budi Hendro.
5. Perubahan level terbang menjadi lebih tinggi yang diminta AirAsia QZ8501
adalah permintaan biasa. Tidak ada sinyal darurat saat meminta perubahan
tersebut. "Awalnya kami pikir itu cuma permintaan economic level
pilot saja. Atau tinggi terbang paling nyaman dari pilot. Sebab tidak ada
sekali pun sinyal darurat dan alasan yang dilaporkan pilot saat meminta
menaikkan level terbang," kata Direktur Perum Lembaga Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia, Bambang
Thahjono.
6. Menurut mantan pilot Airbus 330, Megi H Helmadi, umumnya permintaan
menaikkan level terbang lebih tinggi memang sering dilakukan oleh pilot. Hal
itu ditujukan untuk menghemat konsumsi bahan bakar dan mengurangi turbulensi
pesawat. "Semakin tinggi kita terbang, maka pesawat akan semakin irit.
Turbulensi juga sangat kecil, sehingga kita lebih nyaman terbang," kata
Megi.
7. Masih menurut Megi, sesuai prosedur penerbangan, saat kondisi cuaca buruk
tidak diperkenankan bagi seorang pilot untuk menambah ketinggian pesawat. Pilot
hanya bisa melakukan pergeseran ke kiri atau kanan maupun menurunkan
ketinggian. "Jika terjadi deviasi cuaca mendadak, pilot itu cuma boleh
geser ke kiri, ke kanan, atau turun. Tidak boleh naik, itu sudah jadi prosedur,"
katanya.
8. Tragedi terjadi. Tepat pukul 07.14 WIB atau sekitar 1 jam 15 menit
perjalanan, pesawat dilaporkan hilang kontak. Hilangnya status AirAsia QZ8501
tersebut tak lama setelah permintaan perubahan level terbang dari 32 ribu
menjadi 34 ribu kaki yang disetujui ATC Jakarta. "Kami mencoba mengontak
hingga delapan kali ke AirAsia QZ8501. Tapi tidak terdengar respons," kata
GM ATC Soekarno Hatta, Budi Hendro.
9. Sejak dilaporkan hilang kontak, tidak pernah sekali pun terdengar sinyal
darurat, baik dari Emergency Locater Transmitter (ELT) maupun dari Underwater
Locator Beacon (ULB) dari QZ8501. Begitu juga dengan sinyal 'PING' dari black
box. Hingga hari ketujuh pencarian, Sabtu 3 Januari 2015, belum pernah
tertangkap sinyal tersebut oleh tim pencari.
"Sampai kini belum ada sinyal ping yang tertangkap dari black box. Kami
masih terus mengupayakan pencariannya seoptimal mungkin," kata Kepala
Badan SAR Nasional Maresekal Madya TNI F Henry Bambang Soelistyo, Sabtu.
10. Selasa, 30 Desember 2014, sekira pukul 14.49, Badan SAR Nasional melaporkan
telah menemukan sejumlah serpihan pesawat dan enam terduga korban AirAsia yang
mengapung di perairan laut Selat Karimata. Hingga memasuki hari ketujuh
pencarian, 3 Januari, total 30 korban sudah terevakuasi dan di bawa ke Bandara
Juanda Surabaya.
11. Jumat 2 Januari 2015, sekira pukul 23.40, tim SAR gabungan menemukan dua
objek besar di bawah laut, dengan ukuran 9,4 x 4,8 x 0,4 meter. Diduga kuat
objek ini merupakan bagian dari badan pesawat.
12. Selanjutnya pada Sabtu 3 Januari, pada pukul 05.43 ditemukan kembali satu
objek besar seukuran 7,2 x 0,9 x 0,4 meter. Selanjutnya pukul 13.30 berupa
objek berukuran 18 x 5,4 x 2,2 meter dan pada pukul
14.25 dengan objek seukuran 12,4 x 0,6 x 0,5 meter.
"Total ada empat objek besar yang ditemukan di lokasi prioritas pencarian.
Namun kami belum bisa mendeskripsikan apa bentuk objek ini. Diperkirakan empat
bagian besar dari pesawat AirAsia," kata Kepala Basarnas Soelistyo.
13. Simpang siur penyebab jatuhnya pesawat AirAsia, menjadi perhatian serius
pemerintah. Rute AirAsia Surabaya-Singapura pun dibekukan. Bahkan Kementerian
Perhubungan akan melakukan investigasi khusus. Pertama soal baru diambilnya
laporan cuaca leh AirAsia usai kejadian dan kedua soal jadwal penerbangan yang diajukan
lebih awal dari seharusnya.
"Kami akan selidiki ini. Dalam sepekan kedepan kita usahakan sudah ada
titik terangnya," kata Staf Khusus Menteri Perhubungan Hadi Mustafa
Djuraid.